19 August 2011

RINDU INI

Akhir-akhir ini, makhluk yang bernama rindu rajin sekali mengunjungiku. Pagi hari dia membangunkanku, siang dia datang lagi menemaniku, malam dia menanarkan mataku serupa penampakan.

Bukannya aku tak mau terusik kerinduan, karena kerinduan adalah riak-riak cinta dimana gelombangnya masih bergelora. Tak terbayangkan jika tak ada ombak kerinduan, pastilah di tengah samudra hati sana telah senyap dari gairah. Maka, aku inginmenikmatinya saja sebagai interlude sebuah lagu.

Tapi yang membuatku nelangsa, sayap rindu itu hanya mampu hinggap di bubungan atap kamarku. Dia tak sepenuhnya bisa terisap ke dalam jiwaku. Padahal, jika rindu itu dapat kubaca sepenuhnya, mudah saja bagiku untuk mengirimkan balasannya, kepadanya yang telah mengutus rindu ini menemuiku. Ya, kerinduan itu hanya bisa merembes melewati celah-celah genteng bocor, atau kisi-kisi jendela kamarku.

Ini masalahnya. Kamu saat ini begitu jauh, hingga kedua belah tanganku tak mampu menjangkaumu dalam rengkuhan. Padahal malam-malam ini begitu dingin, dan kamu pasti butuh pelukan.Padahal malam tadi begitu cerah, hingga gemintang menampakkan dirinya, kolosal sekali. Dan kamu pasti butuh diriku untuk menghitung jumlahnya.

Tapi sudahlah, kita telah sama-sama sepakat memilih rindu untuk mewakili cinta yang sebenarnya. Selama kita saling percaya bahwa rindu yang kita kirimkan takkan pernah menjadi hampa dan sia-sia, selama itu pula rindu ini akan teduh dan menyejukkan, bukan membakar seperti cemburu. Kita telah sepakat juga untuk hal itu.

Kusdar, aku tak bisa menemani kamu terbang karena banyak hal. Bagaimanapun sepinya diriku, juga dirimu, ingin kukatakan padamu,

“Kulepaskan kamu untuk terbang sejauh yang kamu yakin bisa jangkau. Dan di sini, akan kubangun sarang yang tenang dan hangat untukmu, untuku, untuk kita.”