18 August 2009

Rahasia Gue Bakal Gue Omongin

Gimana ceritanya sebuah ramalan bisa mengubah hidup gue ? Baiklah, gue bakal ceritain . Gue yakin anda cukup cerdas buat mencernanya. Gue tau banget kalo anda tuch gak percaya ramalan.

Tapi, kali ini anda harus percaya.
Tapi, anda juga harus menyimpan rahasia gue ini. Setuju...?

Nah, begini....
Gue pernah diramal kalo gue bakalan jadi penyiar handal. Waktu itu gue diramal pada saat tidur.
Suatu sore, gue sama temen kantor gue - namanya Andi - ngerasa capek banget. Siangnya habis ada event babak final singing contest. Di hall sebuah hotel di kota Tegal.

Kita berdua balik ke studio. Ngantuk, gue langsung nggelosor di atas stage yang selama 30 hari lalu jadi tempat buat babak kualifikasi singing contest. Gue langsung merem. Nggak tau dengan si Andi, temen gue itu.

Antara sadar dan gak sadar. Setengah bangun setengah tidur. Gue denger program director gue dateng. Namanya mas Shanto Ardy.

Dia bilang : " Belom pulang lo Ndi ? " Dia tanya sama Andi.

Andi yang ternyata juga merem gelagapan. " Belom mas, ngantuk banget. Nunggu biar agak fresh lah, biar nyetirnya konsen " Jawab Andi.

" Tuch si Reza juga belom pulang " Kata mas Shanto lagi.

" Ah... dia sich, lebih seneng tinggal di kantor ketimbang di tempat kos. Anak yang aneh " Kata Andi lagi.

Andi tuch asisten program director. Berarti dia asistennya mas Shanto. Berikutnya gue denger mereka ngobrolin acara barusan yang berlangsung dengan lancar & sukses. Gue denger juga samar-samar mereka ngobrolin tentang program radio yang musti dievaluasi.

Nah, gue inget banget stelah itu terjadilah obrolan ramalan itu. Ini bener-bener secret. Karena hidup andapun akan terpengaruh dengan ramalan ini. Bukan hanya berpengaruh terhadap hidup gue. Tapi sabar dulu kawan.... gue bakal ceritain dulu kenapa gue bisa terdampar di sini. Hal ini perlu gue ceritain.

Kenapa gue merasa perlu nyeritain prosesnya ? Karena ramalan itu gak bakalan punya makna dan mengubah arah hidup gue dan anda kalo gue gak nyeritain latar belakangnya. Jadi, teruslah membaca.

Nah,... masih inget dengan fokus yang membuat gue nabrak-nabrak sampe gak sadar kalo gue lagi bugil ? Kalo anda lupa, baca lagi dech postingan sebelum ini. Judulnya : " Radio Lagi ".
Udah inget...? Masih menyimpan jawaban tebakan anda ?

Bener banget. Gue waktu itu sampe kayak orang kesurupan gara-gara nungguin spot promo di Radio dakta 92.15 FM Bekasi. Spot yang gue maksud adalah promo tentang dibukanya kesempatan bagi siapa aja yang pengen belajar jadi presenter radio dan MC serta mendalami public speaking. Finally, gue dapet infonya.

Anda bisa lihat sendiri kan, kalo buat ngedapetin infonya aja banyak hal yang harus dilalui. bagi gue itu adalah proses yang perlu gue jalanin.

Gue udah ambil keputusan. Keputusan yang berani, seperti BJ Habibie memutuskan opsi referandum untuk menentukan nasib NTT waktu dia jadi presiden RI.

Malemnya gue kumpulin temen-temen kontrakan gue. Layaknya sebuah meeting yang ngebahas rencana serangan umum.

Gue bilang sama mereka : " Temen-temen, gue baru saja mengambil keputusan. Mungkin keputusan gue ini bakalan mempengaruhi pola hidup kalian. "

Gue lanjutin, " Kalian bakal kehilangan satu daftar kontribusi anggaran masak buat makan sehari-hari. Gue kehilangan pendapatan gaji. Karena gue memutuskan buat keluar dari kerja. "

Persis seperti yang gue duga. Mereka kaget. Pucat pasi. Persis seperti orang yang diputus cinta sama pacarnya. Terlebih Eko, keponakan gue, yang dateng bareng dari kampung sampe ke sini.

Dengan histeria yang mirip seperti orang yang denger kabar dari dokter kalo salah satu kakinya mau diamputasi, dia setengah berteriak :

" Elu gimana sich om...!!! Elu mau ninggalin gue sendirian di sini ? "

Ah... dia masih anak mami, seperti dulu. Sama seperti Trappani, seorang tokoh anggota Laskar Pelangi karangan Andrea Hirata yang kemana-mana selalu dalam dekapan ketiak ibunya.

Gue coba nenangin, " Gak Ko... gue tetep ada di sini, di kontrakan ini. Lagian lu kan udah banyak temen yang lain. "

Dia berangsur tenang. Dengan menerawang dan sesekali mengerutkan kening dan menjentikkan jarinya. Satu jari telunjuk, dua jari tengah, tiga jari manis, empat jari kelingking.

Kita semua gak tau apa yang ada dalam benaknya saat itu, sampai tiba-tiba dia menjerit :

" Lah.... brati ntar elu bakalan minta makan sama gue donk.....!!! "

Busyet.....

Akhirnya, setelah melaui lobi-lobi panjang yang melelahkan, kita semua sepakat. Gue tetep harus tinggal di kontrakan. Dengan syarat gue harus menjadi koki buat mereka setiap hari. Gue yang ngurusin makan mereka tiap hari. Bukan giliran lagi seperti biasanya. Biar keren, gue menamakan diri gue CHEF. That's a friends are for. Keren abis....

Palu udah diketok. Vonis udah dibacakan.
Tinggal gue sendiri yang harap-harap cemas. Mirip sorang anak laki-laki yang mau disunat. Antara rasa senang dan bangga lantaran dia bakal jadi dewasa. Campur aduk dengan perasaan merinding ngeri karena ujung kulupnya bakal dipotong sama pak mantri.

Gue juga gitu. Sama bukan lantaran mau disunat. Paham kan maksud gue...?

Nah... di sinilah gue sekarang. Di meeting room Radio Dakta Bekasi. Gue lagi belajar gimana caranya menjadi professional di bidang siaran radio dan public speaking. Mentornya top abis. Ada Dra. Chrisnayanti Widodo, ada Tuning Sukobagyo ( yang belakangan gue baru tau kalo beliau itu ibunda dari Gugun Gondrong ), juga ada Febryanti Meuthia ( terakhir yang gue tau jadi produser di SCTV ).

Materi demi materi gue ikutin dengan penuh antusias. Gue sampe dapet penghargaan di situ sebagai peserta yang paling aktif. Bersyukur banget gue bisa ikutan program ini. Luar biasa. Banyak hal yang bisa meningkatkan pengetahuan gue. banyak hal yang ternyata keliru gue terapkan dalam berkomunikasi, sampai hal yang ternyata biasa gue lakuin dan ternyata ada dalam teori.

Hari berganti hari, gue lulus. Semua materi yang diajarkan gue makan habis. Gue kenyang, tapi masih laper. I must practicing my experience.

Gue udah dapetin selembar kertas berlaminating yang dinamakan ijazah. Ada yang bilang sertifikat, atau whatever lah.... Yang jelas ini modal gue. Modal ? Ya, modal. Modal buat berusaha terjun sebagai praktisi siaran.

Jujur. Sebetulnya bukan ijazah yang gue perluin. Idealisme gue mengatakan: " Isi kepala dan kemampuan serta kinerja jauh lebih berguna dibanding ijazah." Percuma saja punya ijazah tapi gak bisa berbuat apa-apa. Alih-alih berkarya.

Tapi kita semua tau. Anda juga tau banget. Ijazah adalah kualifikasi. Kemampuan adalah kompetensi. Hampir semua perusahaan lebih berpihak pada kualifikasi. Jangan bilang " tidak ", karena saya yakin anda berkata " ya ". Kalaupun ada berkata tidak, gue jelasin faktanya.

Begini maksud gue. Gue jelasin dengan contoh. Ada sebuah perusahaan yang membutuhkan banyak karyawan dengan kualifikasi tertentu. Anda merasa memiliki kompetensi ( kemampuan, skil, keterampilan, kinerja ). Tapi sayangnya anda gak memenuhi kualifikasi. Anda nekat mengajukan surat lamaran. Selanjutnya, gue ajuin sebuah pertanyaan. Pertanyaan ini pertanyaan retoris. Artinya tidak perlu anda jawab. Pertanyaan itu adalah : " Apakah anda dipanggil untuk mengikuti seleksi selanjutnya ? "

Okelah,... gue ambil contoh lain. Di sebuah media cetak anda melihat ada iklan lowongan kerja. Sebuah perusahaan memberi kesempatan kepada anda untuk berkarier dengan prospek yang baik. Dia mempersyaratkan kualifikasi minimal. Bahkan perusahaan tersebut jelas-jelas mengatakan ( menuliskan dengan cetak tebal ) : Hanya pelamar yang memenuhi kualifikasi yang akan kami panggil. Nah lho... lagi-lagi kompetensi dipukul KO oleh kualifikasi. Sayang sekali...

Nah, di radio, yang namnya KKN itu gak ada. Anak boss pemilik radio sekalipun, biarpun ngotot pengen siaran, dia gak akan bisa cuap-cuap di depan michrophone. Kalaupun iya, hitung aja jari anda. Satu jari mewakili satu hari. Belum habis sepuluh jari tangan anda, sang penyiar karbitan itu sudah pasti lengser. Terlebih di stasiun radio yang professional. Bukan radio main-main.
Ini salah satu hal dari radio yang membuat saya cinta mati.

Nah,... gue ngajakin anda ngambil lembaran ijazah gue tadi. Gimanapun gue perlu modal itu. Buat apaan ? Kan kata gue itu gak lebih berguna dibanding isi kepala ? Bener banget. tapi dengerin duli alasan gue.

Gue beralasan : Ijazah itu modal gue agar surat lamaran gue gak berkahir di tong sampah. Makanya gue jadiin itu sebagai referensi andalan. Ampuh....

Dua hari menjelang 50 tahun Indnesia Merdeka. Tepatnya Agustus 1995. Gue balik kampung. Eko gue tinggalin. Dia udah berubah dari Trappani, jadi Mahar ( tokoh pemberani di Tetralogi Laskar Pelangi ).

Setelah di kampung, salah satu Stasiun Radio favorit gue adalah Radio Sananta FM Tegal. Besoknya gue memasuki kantornya. Ketukan pintu andalan gue adalah ijazah pendidikan penyiar radio yang gue punya. Bener juga. Pintu kesempatan terbuka. Dan ini yang gue seneng. Gue harus menjalani serangkaian audisi dan casting. Omong punya omong, gue diterima. Finally, GUE JADI PENYIAR BENERAN...!!!

Mungkin lain cerita kalo gue gak punya " pengetuk pintu ". Secara, gue anak kampung. Gue bukan sarjana, justru anak SLTA yang berasal dari jurusan tekhnik. Gak nyambung.

Tapi gue juga yakin banget, kalo dalam serangkaian audisi gue juga clangak-clongok, gak bisa nunjukin kemampuan, hasilnya sama aja. Gue pasti gigit jari. So, terbukti kan, mana yang lebih manjur : kualifikasi atau kompetensi ?. Pemenangny tetep kompetensi. Merdeka...!!!

Nah, Sananta dan semua stasiun radio lainnya dimana gue pernah bekerja adalah real school. Di sini gue menemukan banyak banget masukan yang bikin gue semakin kaya dalam pengalaman broadcasting. Beruntung gue punya kesempatan bekerja sekaligus belajar. Beruntung gue punya senior yang mau berbagi ilmu. Mau diajak berdiskusi.

Meskipun di awal karier gaji gue minim banget gue tetep dengan suka hati ngejabanin job gue. Biasa.... gue anggep itu proses yang musti gue laluin. Salah besar kalo anda mengangap hanya sebatas itu prosesnya. Bukan hanya itu kawan. Bukan hanya itu.

Awal, gue masih banyak dicibirin temen-temen senior yang lain. Gak semuanya sich, ada beberapa. Bahkan ada yang bilang :

" Elu masih ijo, tapi elu masih muda. Masih banyak kesempatan lain. Sebaiknya elu mulai berpikir buat cari kerjaan lain dech. Secara bentar lagi ada yang mau masuk lagi. "

Dia mulai mengintimidasi gue secara halus tapi nendang banget bagi gue , " Yang mau masuk itu penyiar yang mantan Music Director radio besar. Kalo elu gak mau tersingkir dan terdepak, mendingan elu menyingkirkan diri."

*&#$%@!$^()*&&&%$ Campur aduk isi kepala gue, mules. Gue inget pesan pepatah bijak yang mengatakan bahwa orang akan selamanya menjadi pecundang kalo lari dari gelanggang, kalah sebelum bertanding. Ok... gue jabanin. I'm ready for fight.

Sampai sini. Anda yang boring baca cerita gue, silahkan klik tanda silang putih yang berlatar belakang kotak merah. Alias out. Tinggalin aja gue.

Buat anda yang masih stay, gue bakal cerita bagaimana gue fight dan menjungkalkan penyiar smart yang dimaksud sama intimidator gue tadi.

Ready ? Ok...
Denger kata-kata bernada intimidasi tadi, gue sebenernya dibikin bingung dengan apa yang dia maksud. Mungkin dia kasihan kalo pada akhirnya ngelihat gue terseok-seok meninggalkan studio sebagai pecundang. Mungkin juga dia udah sebel sekantor dengan orang semacam gue.

Nggak...!!! Gue gak mau kalah sebelum bertanding. kalopun akhirnya gue kalah, minimal gue udah sempet bertarung. Gue juga gak ngerasa rugi disebelin. yang penting gue gak merasa sebel sama siapapun. Apalagi di kantor ini.

Kawan, nyebelin orang adalah kerugian besar. Bayangkan, kalo anda sebel dengan temen sekantor anda. Pasti anda ngerasa gak nyaman. Padahal anda harus kerja. Boro-boro produktif, anda malah gak akan bisa bekerja dengan suasana hati kayak gitu.

Gue perlu ngucapin selamat kepada anda kalo anda memiliki bakat suka mengamati sesuatu dengan cermat. Itu akan sangat berguna bagi pengembangan diri anda. Gue buktiin dech. Gue suka memperhatikan sesuatu. Apapun itu. gak peduli kalo sesuatu itu gak gue suka. Apalagi yang gue suka.

Dengan memperhatikan sesuatu, kita terbiasa mempelajari semua yang ada di baliknya. Akhirnya mungkin kita bisa mengungkap satu misteri. Gue semakin laper buat belajar. Belajar radio. Lebih belajar siaran yang bener. Belajar apresiasi musik. Belajar menganalisa berita. Belajar bikin script. Maduin teori yang pernah gue dapet sama pengalaman di lapangan. Belajar insiatif. Sampe belajar tekhnik transmisi siaran. gak kenal lelah, apalagi putus asa.

It work. Gue berkembang.
  • Komunikasi siaran gue semakin baik.
  • Insting jurnalisme sekaligus kontrolnya semakin peka.
  • Kreatifitas gue terasah.
  • Pengetahuan musik gue bertambah.
  • Gue jadi ngerti gimana sebuah suara ditransmisikan hingga ke pesawat radio pendengar.
  • Gue ngerti trouble shooting pada pemancar.
  • Gue jadi ngerti filosofi program.
  • Gue jadi ngerti gimana nulis naskah iklan yang kreatif dan efektif.
  • Gue jadi bisa memperoduksi spot iklan.
  • Gue jadi ngerti gimana kalo pengiklan itu nyinyir dan vanyak maunya.
  • Akhirnya gue jadi ngerti gimana caranya mengatasi demam panggung saat siaran.
  • Dan gue ngerti resiko terberat penyiar malem ( cewek....)
Sedikit demi sedikit gue mulai mendapat tempat di manajemen. Gue yang kata iklan deodoran : setia setiap saat, selalu jadi andalan kalo ada penyiar yang berhalangan. Gue pasti yang gantiin. Batin gue " Nambah jam terbang ah... " Sekalian menimba pengalaman siaran buat program yang beda dari acara yang jadi jatah gue.

Gue emang selalu ready di studio. Gue lebih sering tidur di studio ketimbang di tempat kos. Alasannya adalah : di studio gue bisa banyak belajar. Gue bisa banyak baca segala hal dari koleksi perpustakaan studio. Gue bisa dengan puas menikmati karakter-karakter musik dari koleksi kaset di diskotik ( istilah untuk koleksi musik di studio ).

Singkat kata, gue jadi penyiar yang mulai diperhitungkan.
**********
Gerah banget... gue pengen mandi sebenernya....
Tapi gue urungkan niat gue. Selain gue masih ngantuk, gue denger mas Shanto dan andi menyebut-nyebut nama gue. Gue pura-pura terlelap.

Buka kuping lebar-lebar.
Soalnya mereka setengah berbisik. Gak tau karena takut ganggu gue yang lagi tidur, atau takut kata-kata mereka gue denger. Mungkin seperti teroris yang tengah menyusun rencana pengeboman. Dan gak mau strategi dan rencananya diendus Densus 88.

Lamat-lamat tapi cukup jelas karena mereka duduk di stage dimana gue tidur.
Dan inilah ramalannya :

" Reza tuch semakin berkembang. semakin bagus. Aku bisa andelin. Dia Punya dedikasi yang baik buat radio. Aku yakin dia bakal bisa mencapai posisi puncak di radio. Aku ramal itu gak lama bakal terjadi."

Waduh....!!! Untung gue tidur. Kalo pas lagi bangun bisa setengah mampus nich nutupin rasa ge er gue. Untung gue pura-pura lela. Kalo gak, gue bakal punya beban segede gunung buat ngejalanin kerjaan gue besok.

Daripada jadi beban, gue terusin aja tidur. Sampai pagi. Sambil bermimpi kalo yang gue denger barusan itu cuma mimpi. Sekali lagi biar gak jadi beban.

Nah,... gue udah ceritain rahasia gue, kalo gue pernah diramal. Akankah jadi kenyataan ?
Keep reading http://blogrezatalk.blogspot.com. Buktikan di posting berikutnya.
SEKALI DI UDARA TETAP DI UDARA !!!

2 comments:

  1. Kesuksesan memang hanya buat mereka yang ulet, siap bekerja keras, dan mencintai apa yang mereka lakukan.

    ReplyDelete
  2. Keputusan yang berani. Hari gini berhenti kerja untuk sesuatu yang belum pasti? Yang ada berebut kerjaan, walaupun jelas jelas engga kualified. Salut buat keyakinan loe.

    ReplyDelete