Radio Oh Radio

Duluuuu banget, ketika gue masih imut ( baca : kecil ) kuping gue udah dibiasain dengerin radio. Duluuuu banget juga, waktu gue masih balita, keluarga gue tinggal di sebuah kampung yang sepi di sebuah perkebunan teh. Secara, bokap gue waktu itu jadi seorang guru SD yang dengan idealismenya berusaha menjadi pendidik bagi anak - anak di kampungku.

Nah bokap inilah yang memperkenalkan gue sama " kotak ajaib " yang bisa bersuara apa saja. Dari orang ngomong sampai lagu - lagu. Soalnya saking sepinya, cuma radio inilah yang menjadi sarana hiburan. Jaringan listrik belum ada waktu itu. Tapi jangan salah, gue juga sedah kenal listrik waktu itu. Yaitu di komplek perumahan petinggi - petinggi pabrik teh tak jauh dari rumah gue. Orang di kampungku menyebutnya plasemen orang setap ( emplacement orang staff ).

Bokap gue waktu itu juga punya sebuah tape recorder merek National, yang walaupun orang kampung, koleksi kaset bokap lumayan juga. Gue waktu itu sudah kenal sama Deep Purple, Louis Armstrong sampai Koes Plus. Pendek kata, koleksi kaset bokap gue tergolong up to date meskipun delay beberapa bulan setelah release. Lah.... referensinya dari mana ? Wong TV aja cuma ada di pos Polsus ( Polisi Khusus ) perkebunan.

Nah... ini nich, yang menurut gue sekarang unik banget. Kampung gue dulu juga disambangin salesman. Ya... sales kaset. Woww.... sales kaset ini apal banget rumah mana yang punya tape recorder. Setiap minggunya si sales kaset ini datang ke rumah sambil nenteng tas berisi kaset - kaset keluaran baru.

" Ambil dulu dech... ini ada koleksi baru Linkin Park, eh... salah... maksudnya Limp Bizkit, eh... salah lagi... maksudnya The Beatles " katanya.

Jadilah bokap gue ambil. Bayarnya pada kunjungan berikutnya sambil bawa koleksi baru lagi. Begitulah, bisnis musik pada waktu itu juga bisa menguntungkan sales keliling. Gak ada bajakan... semuanya ori. Nah jadilah sedari kecil gue udah ngerti musik. Minimal terbiasa denger, jadi pada saat gue dewasa gue sudah punya banyak referensi dan punya daya musikalitas yang cukup.

Balik lagi soal radio. Kalo soal yang satu ini bokap demen banget sama yang namanya berita. Jadilah gue dipaksa dengerin RRI, BBC dan sejenisnya. Gimana bisa dengerin channel lain, lha wong pesawat radionya aja ditongkrongin bokap sampe larut malam di meja kerjanya sambil mempersiapkan bahan ajar buat besok. Gak bisa buat gantian sampai akhirnya gue terlelap dengan pulasnya.

" Radio Republik Indonesia Stasiun Pusat Jakarta dengan Warta Berita, dibacakan oleh Hasan Asyhari Oramahi."
Itu masih terngiang di telinga gue sampai sekarang. Sampai pada suara ngebasnya yang khas.

Tapi kesan yang muncul di benak gue tenteng penyiar radiopada waktu itu adalah karakter yang luar biasa. Entah kenapa anak sekecil gue pada waktu itu sudah membayangkan penyiar itu ya pake head set di kupingnya. Imajinasi gue penyiar itu orang yang serba tau, dan berjasa menyampaikan suatu informasi jauh sampai ke kampung gue. Gak ketinggal di pikiran gue, penyiar ini pasti dalam ruang siaran pake kemeja putih, celana panjang hitam dan sepatu fantofel hitam yang mengkilat. Pokoknya penyiar itu layak dan harus dipercaya.

Sampai akhirnya gue duduk di bangku SD. Cita - cita sich macem - macem. Tapi ada niat yang gak pernah berubah dari obsesi gue : gue pengen jadi penyiar radio...!!! Dan itu terus menggiring imajinasi gue sampai gue punya hobby baca. Gue seneng banget melahap informasi apapun untuk memperkaya wawasan gue. Gue yang terbiasa menyukai musik semakin suka seiring dengan pertambahan usia dan perubahan horman dalam tubuh gue sehingga bisa kelepek - kelepek kalo denger lagu - lagu mellow, semangat kalo denger lagu - lagu cadas, dan ngerti keasyikan kalo denger lagu - lagu yang komposisinya rumit macam jazz dan klasik.

Gue bakal ngomongin bagaimana ceritanya obsesi jadi penyiar gue tercapai sampai gimana gue ngejalaninnya. Tapi bukan sekarang. Tunggu postingan berikutnya yach....?