28 September 2009

Apakah Aku Laki Laki ?

Apakah aku ini laki-laki ? Aku melihat diriku di cermin. Mencoba mencari-cari garis yang membuatku yakin bahwa aku laki-laki.

Ya,... aku menemukan bulu-bulu halus di bawah hidung, sebelum bibir atasku. Ada lagi di bawah bibir bawahku, juga di daguku.

Bulu halus ? Mungkin dulu iya, waktu aku masih SMA. Tapi mungkin sekarang tidak lagi. Sekarang berubah menjadi kasar karena terkena pisau cukur setiap pagi. Bulu-bulu itu memang harus aku cukur setiap pagi agar terasa nyaman bagiku. Itupun akan tumbuh kembali saat sore hari.

Sampai di sini aku masih menemukan bahwa aku memang laki-laki. Walaupun memang bukan laki-laki yang tampan, karena wajahku biasa-biasa saja.

Lebih jauh, sekarang aku buka bajuku. Dadaku cukup bidang kukira, setidaknya untuk badanku yang tidak terlalu tinggi. Lalu, kuamati dadaku. Yang aku tahu, dada perempuan biasanya memiliki dua payudara yang menonjol kenyal dengan ariola yang cukup luas. Aku tidak memiliki dada yang seperti itu. Aku hanya menemukan beberapa bulu di dadaku meskipun jauh dari kata lebat.

Aku masih berdiri di depan cermin. Masih memandangi tubuhku. Dan sekarang kubuka celanaku, kulepas ! Lalu kulihat di antara kedua pahaku. Aku memastikan diri bahwa aku memang laki-laki. Itu kupastikan ketika di sana kulihat kelamin milikku. Penis ! Dan bukan vagina seperti yang perempuan miliki.

Hening, sunyi dan dingin. Kukenakan lagi pakaianku. Sambil masih berpikir, utuhkah aku sebagai laki-laki ? Untuk sementara iya. Kusimpulkan dari anatomi tubuhku. Lalu bagaimana dengan jiwa ? Uh... benar. Bagaimana dengan jiwaku ?

Ya, bagaimana dengan jiwaku ? Aku cemas, karena banyak jiwa perempuan yang meminjam tubuh laki-laki. Dan banyak jiwa laki-laki yang yang meminjam tubuh perempuan. Aku terpekur, menggigil memeluk lututku yang gemetar di sudut kamar. Terduduk, sambil meraba-raba jiwaku, meyakinkan jiwaku tetap ada, kesadaranku masih utuh.

Tapi aku menyukai perempuan. Menikmati sentuhan-sentuhan perempuan, mengejang saat merasakan hasratku terhadap perempuan. Aku bahkan mencintai satu di antara perempuan, dan aku bahagia karenanya. Aku tidak tertarik dengan tubuh laki-laki untuk kugumuli. Karena tubuh dan jiwaku kupastikan laki-laki.

Sekarang, laki-lakikah hatiku ? Kucoba memeras isi hatiku agar aku bisa tahu hangatkah cairannya terhadap perempuan. Hangat. Kusentuh lagi dinding hatiku. Hangat. Pernah kurasakan hangat yang membara ketika perempuan menyentuhnya.

Namun, apakah kehangatan itu akan dirasakan oleh perempuan yang menghuni ruang hatiku ?

Aku pernah membuat perempuan merasa dicintai dengan tulus meskipun dengan sederhana. Dan perempuanku bersedia memberikan hal yang sama, cinta yang juga tulus. Karenanya aku bisa memberikan kepada perempuan rasa rindu yang menggebu, sama dengan yang aku rasakan. Aku bahkan bisa mengajaknya mendaki puncak. Puncak kebahagiaan.... sekaligus kenikmatan dari hasrat yang menggelora.

Aku bisa membuat seorang perempuan keluar dari rumahnya yang telah bertahun-tahun menjadi fokus kebahagiannya. Lalu menuju ke rumahku, mempertaruhkan kebebasan dan kebahagiannya, hanya karena di rumahku ada jiwa yang memberinya cinta dan kasih sayang. Jiwaku.

Yang aku lakukan untuk perempuan yang memadukan jadi satu dua hati, hatiku dan hatinya ?

Aku bersedia menempuh ribuan mil untuk menjemputnya, untuk kemudian menggendongnya. Ya, mengendongnya di atas kakiku sendiri, mengarungi savana yang gersang, bahkan gurun yang tandus.

Aku bersedia memeluk perempuanku saat dingin menerpa tubuh atau hatinya. Aku bersedia menjilati air matanya saat perempuanku menangis. Memberinya perasaan damai sekaligus perasaan dimiliki dan dibutuhkan.

Aku bersedia memeluk pinggangnya saat berjalan bersama, menuntunnya saat melalui jalan terjal dan membasuh kakinya saat melewati jalan berlumpur.

Aku mau menggenggam tangannya dan menyediakan dadaku untuknya bersandar saat dia butuh dukungan dan perlindungan.

Aku tersentak. Perlindungan ? Bisakah ? Aku sendiri takut kekerasan ? Akankah perempuanku merasa terlindungi olehku ?

Aku dengar suara teriakan tak jauh dari rumah. Agak jauh sebenarnya. Tapi karena siang ini sangat sepi, aku bisa dengar dengan jelas suara teriakan itu. Aku bergegas keluar rumah. Kulihat ada dua orang laki-laki dan seorang perempuan. Perempuan itu menjerit tertahan ketika melihat salah seorang laki-laki yang berbadan kecil ditarik kerah bajunya oleh laki-laki satunya. Badannya lebih besar. Tapi aku mengenal laki-laki malang itu. Dia seorang play boy yang sering mempermainkan hati perempuan.

" Kamu mau jadi pahlawan buat perempuan ini hah ? " si kekar menghardik.

" Tolong... jangan sakiti kekasihku ! " kata perempuan itu memohon kepada si kekar untuk membebaskan kekasihnya. Baru aku tahu, ternyata laki-laki malang itu adalah kekasih perempuan itu.

" Ambil tas ini, dan bawa yang kamu mau... dan biarkan kami pergi, kumohon.... " perempuan itu mulai meratap.

Laki-laki malang itu berteriak sambil lehernya masih dalam cengkeraman si kekar.

" Jangan ! Jangan berikan kepadanya sayang, pergilah... jangan hiraukan aku...! "

" Tutup mulutmu !!! " si kekar menghardik sambil tinjunya melayang ke mulut laki-laki malang itu.

Laki-laki itu terjajar beberapa langkah ke belakang sebelum akhirnya jatuh telentang di atas tanah. Darah mengucur dari hidungnya. Dia mencoba bangkit. Matanya merah menahan amarah yang teramat sangat. Tapi kulihat raut wajah yang ragu dan ciut dari laki-laki malang itu.

Mungkin laki-laki itu sama denganku, gentar melihat kekerasan, apalagi harus terlibat dengan kekerasan. Tulang-tulangnya sama dengan tulang-tulangku, kecil dan rapuh. Sebuah konstruksi badan yang menghalangi ototnya untuk menjadi kekar.

" Kasihan dia... " Aku membatin. Dan ketika itu aku lebih merasa mengucapkannya untuk diriku sendiri.

Laki-laki itu mencoba untuk membalas pukulan dengan membabi buta. Namun pukulannya hanya beberapa saja yang mengenai badan si kekar. Itupun lebih terasa seperti tamparan seorang anak kecil. Lunglai.

Dan dengan sekali pukul, tinju si kekar tepat mengenai ulu hatinya. Membuatnya kembali tersungkur sambil mengerang memegangi perutnya. Kekasih perempuannya menjerit. Dan sebelum perempuan itu menghambur ke arahnya, si kekar memuaskan ego kekuatannya dengan sekali lagi menendang punggung lelaki malang itu. Dan dengan sekali sentak si kekar berhasil merebut tas yang ada di pelukan kekasih laki-laki malang yang sudah tidak berdaya itu.

Dan perempuan itu, dia sudah tidak peduli lagi dengan benda-benda berharga di dalam tasnya. Dia hanya melirik sepintas saja ketika si kekar membawa pergi tas itu dengan tertawa-tawa. Sementara laki-laki malang itu masih mengerang kesakitan dengan kepala di pangkuan kekasihnya, sebelum akhirnya warga berdatangan dan membawanya ke rumah sakit.

*****

Aku tertegun, merutuki diri sendiri. Menyesali diri, kenapa aku tidak memiliki keberanian untuk menolongnya ?

Lalu aku kembali menggigil, kembali di sudut kamar yang kosong. Lagi-lagi aku merenung tentang makna laki-laki. Siapakah yang berhak menyandang nama laki-laki ? Antara aku, laki-laki malang tadi, dan si kekar ?

Apakah laki-laki malang tadi ? Yang berusaha memberikan perlindungan kepada kekasihnya meski dengan gentar. Mungkin karena amarahnya tersulut. Sedangkan aku sama sekali tidak tahu kekasihnya itu perempuan yang ke berapa yang berhasul dia dekap. Tapi mungkin dialah laki-laki.

Atau mungkin juga si kekarlah yang pantas disebut laki-laki. Dia begitu kuat dengan badannya yang besar. Dengan kekuatannya itulah si kekar menebar ketakutan disertai gertaknya yang menggelegar. Tapi kenapa dia takut menghadapi kenyataan bahwa untuk mendapatkan sesuatu dia harus berusaha dan bekerja ? Tapi mungkin juga dialah laki-laki.

Atau laki-lakikah aku ? Yang meskipun bisa membuat perempuan merasa nyaman dengan cinta dan pengabdianku, ternyata hanya bisa gemetar dan membiarkan kekerasan terjadi di depan mataku ?

Entahlah....
Mungkin laki-laki malang itu adalah laki-laki bagi kekasihnya.
Mungkin si kekar adalah laki-laki bagi cecunguk-cecunguknya.
Mungkin aku hanya merasa sebagai laki-laki bagi diriku sendiri.
Entahlah...

5 comments:

  1. Keren ! gw sebagai lelaki jadi nanya ke diri gue, jantankah gw ? pantaskah gw disebut laki laki ? ha ha ha... keep writing bro!

    ReplyDelete
  2. yah semoga saja perempuanmu juga menganggapmu laki-laki baginya.

    keren oii... ^^

    ReplyDelete
  3. Sungguh artikel yang sangat bagus kawan...
    Menurutku ada dua laki-laki di sini yaitu Anda dan yang melindungi kekasihnya meskipun kita tidak tahu wanita keberapa,
    Sekali lagi artikel yang bagus kawan.
    Keep smile n spirit...

    ReplyDelete
  4. artikel bagus.. ikut baca aja ya
    salam kenal

    ReplyDelete